TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan menilai dana aspirasi dalam anggaran tahun depan berpotensi menjadi masalah dalam pengelolaan keuangan pusat dan daerah. “Dana aspirasi itu dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tapi pengelola dan penanggung jawabnya dinas di daerah. Entah bagaimana jadinya nanti,” kata anggota BPK, Achsanul Qosasi, Kamis 25 Juni 2015.
Achsanul tak ingin ikut campur dalam perbedaan pendapat antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat soal rencana pengalokasian dana aspirasi. Mantan anggota Dewan dari Partai Demokrat ini mengingatkan, undang-undang telah mengatur anggaran daerah harus berasal dari APBD. Begitu pula APBN untuk membiayai proyek kementerian dan lembaga pusat.
Itu sebabnya, Achsanul sangsi budget usulan DPR tersebut bisa dikelola dengan tertib dan lancar. “Dana aspirasi rawan bersilangan kewenangan dan peraturan tentang anggaran,” ucapnya.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai dana aspirasi yang diusulkan Dewan justru melanggar Undang-Undang Keuangan Negara serta Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Koordinator Fitra, Uchok Sky Khadafi, mengatakan undang-undang tersebut jelas menyebut presiden memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. “DPR bukan pengelola, tapi pengawas keuangan negara,” ujarnya.
Rapat paripurna DPR, Rabu lalu, menyepakati usulan dana aspirasi untuk dialokasikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Total anggarannya mencapai Rp 11,2 triliun dengan perhitungan Rp 20 miliar per anggota Dewan. Mereka berdalih duit tersebut diperlukan untuk membangun daerah pemilihan. Rencananya Dewan akan menyodorkan proposal resmi kepada pemerintah agar ditampung dalam Nota Keuangan RAPBN 2016 yang dibacakan Presiden pada 16 Agustus nanti.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Presiden Joko Widodo menolak karena tidak sesuai dengan kondisi perekonomian yang kini sedang bergejolak. Pemerintah, kata Pratikno, khawatir anggaran 2016 membengkak jika harus menggelontorkan duit Rp 11,2 triliun. “Jadi, dana aspirasi yang diartikan sebagai sebuah item belanja baru di luar program yang direncanakan, ya, jelas tidak bisa,” kata Pratikno di Istana Negara, kemarin.
Tim Komunikasi Kepresidenan, Teten Masduki, mengatakan sikap Presiden masih menunggu masukan dari Menteri Keuangan. Adapun Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro belum mau berkomentar karena belum menerima proposalnya. Seorang pejabat kementerian mengungkapkan kemungkinan besar usulan Dewan ditolak jika proposal berisi program-program baru.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, mengatakan pemerintah mengabaikan undang-undang bila menolak pembahasan dana aspirasi. Menurut dia, Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan anggota Dewan berhak memperjuangkan program pembangunan di daerah pemilihannya.
ANDI RUSLI | REZA ADITYA | INDRI MAULIDAR | PUTRI ADITYOWATI | MUHAMAD RIZKI | AGOENG WIJAYA