TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya hari ini akan memeriksa Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan, sebagai saksi kasus penyuapan dan gratifikasi perizinan bongkar-muat barang di pelabuhan. Partogi diperiksa untuk menjelaskan temuan uang senilai US$ 42 ribu (Rp 565,5 juta) dan Sin$ 4.000 (Rp 39,4 juta) saat penggeledahan di kantornya, Selasa 28 Juli 2015.
Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti, mengatakan uang tersebut ditemukan di dalam tas milik staf kepala seksi bernama Ronal. Ketika diperiksa, Ronal mengatakan duit itu bukan miliknya. "Dia mengaku duit itu milik Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Partogi Pangaribuan," katanya. Selain menyita uang, dalam penggeledahan itu polisi menyita dokumen perizinan.
Partogi tidak berhasil dihubungi. Ia disebut-sebut sedang ke Amerika Serikat untuk berobat.
Polisi telah menetapkan tiga tersangka, yaitu Kepala Sub-Direktorat Kementerian Perdagangan berinisial I, pegawai harian lepas berinisial MU, dan perantara berinisial N. Berdasarkan informasi, I adalah Iman Aryanta, yang sedang berada di Kanada; dan MU adalah Musafah.
Khrisna mengungkapkan, MU dan N diciduk lebih dulu pada Senin lalu. MU ditangkap di Depok, Jawa Barat; dan N di Cengkareng. Ketika ditangkap, MU sedang mengurus izin untuk N. Saat diperiksa, di kantong MU ditemukan uang US$ 10 ribu (Rp 134,4 juta). Polisi lalu membuka rekening MU dan menemukan uang miliaran rupiah. "Dia bilang itu uang atasannya di Kementerian Perdagangan," ucap Krishna.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian menjelaskan, polisi mengintai Kementerian Perdagangan selama satu bulan. Penyidikan itu dilakukan untuk melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo saat meninjau pelabuhan Tanjung Priok pada Juni lalu. Saat itu, Jokowi kecewa lantaran dwelling time atau waktu bongkar-muat barang impor di Indonesia masih 5,5 hari, sementara di Singapura 1 hari.
Polda Metro kemudian membentuk satuan tugas khusus dwelling time yang diketuai Kepala Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Priok, Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi. Tim ini menemukan adanya masalah perizinan saat pre-clearance (izin dari instansi) karena, kata dia, dari 18 instansi yang bernaung dalam sistem administrasi satu atap, tidak semua memiliki perwakilan di pelabuhan.
Akibatnya, pengusaha masih harus datang ke kantor kementerian terkait untuk mengurus izin. “Karena sistem satu atap tidak berjalan, ada yang meminta uang agar izinnya keluar cepat," katanya.
Dalam keterangan pers kemarin, Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih membenarkan adanya surat pemanggilan kepada Partogi sebagai saksi. Namun dia membantah adanya potensi gratifikasi dalam perizinan. Alasannya, pengurusan perizinan telah dilakukan secara transparan dengan sistem online. “Perizinan online sudah jalan, bahkan sudah 100 lebih (izin),” kata dia.
HUSSEIN ABRI YUSUF | SINGGIH SOARES | EFRI R