TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, setelah Kampung Pulo, pemerintah akan menggusur kawasan Bidara Cina, Jakarta Timur. Kawasan ini akan dilalui proyek sodetan Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur. Proyek ini seharusnya selesai pada Maret lalu, tapi molor karena warga Bidara Cina kukuh menolak pindah sebelum ada pembayaran ganti rugi.
Ahok memastikan warga Bidara Cina akan segera digusur setelah rumah susun sebagai tempat relokasi mereka selesai dibangun. “Mereka akan dipindahkan saat rumah susun sudah tersedia,” katanya, Minggu 23 Agustus 2015.
Saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan dua rumah susun sewa untuk warga Bidara Cina, yaitu Rumah Susun Cipinang Besar Selatan, yang masih memiliki 150 unit kosong; dan Rumah Susun Pulo Gebang, dengan 160 unit kosong. Kedua rumah susun ini direncanakan menampung 299 keluarga yang tinggal di Bidara Cina.
Tapi Ahok mengaku belum menghitung apakah dua rumah susun itu sudah cukup untuk menampung warga Bidara Cina, yang terdiri atas 14 RT. Apalagi rumah susun Cipinang Besar Selatan ternyata masih akan dipakai untuk menampung korban penggusuran Kampung Pulo yang tak mendapat unit di Rumah Susun Jatinegara Barat.
Adapun negosiasi soal dana ganti rugi untuk warga di Bidara Cina kini sudah berlangsung dua tahun, dan belum juga menemukan kesepakatan. Sejauh ini, kata Ahok, pemerintah sudah menguasai lahan seluas 3,4 hektare di Bidara Cina. Dia menduga banyak warga di sana yang tak memiliki sertifikat kepemilikan resmi.
Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional, kawasan Bidara Cina hanya dimiliki empat pihak. Pemegang sertifikat tanah di sana adalah PT Pertamina, PT Asuransi Jiwa Sraya, pemerintah DKI Jakarta, dan seorang warga bernama Hengky.
Namun, di lapangan, menurut Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana, ada sekitar 70 keluarga yang mengklaim memiliki surat tanah asli. Mereka adalah warga Bidara Cina di RW 4, 5, 14, dan 15. “Mereka bermukim di tanah seluas 3.000 meter persegi dari 3,4 hektare yang bakal terkena proyek sodetan Ciliwung ini,” kata Bambang, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan penelusuran Tempo, warga Bidara Cina yakin kepemilikan tanah mereka kuat secara hukum. Seorang warga RW 4 yang tak mau disebut namanya memastikan dia punya surat tanah atas rumah yang ditinggalinya. Setiap tahun dia juga rutin membayar pajak bumi dan bangunan tanpa terlewat. “Besaran PBB-nya sekitar Rp 2 juta,” tuturnya.
Pemerintah Jakarta meyakini proyek sodetan Ciliwung bakal efektif mengurangi banjir di Ibu Kota. Setelah selesai, sodetan ini bisa membagi debit Sungai Ciliwung sebanyak 60 meter kubik per detik. Namun, karena proses pembebasan lahan Bidara Cina belum rampung, proyek ini mandek di pengerjaan saluran (inlet) Ciliwung ke Kanal Banjir Timur.
Dari total terowongan air sepanjang 1,27 km, kini baru 44 persen yang selesai. Walhasil, pemerintah baru bisa memasang dua pipa, yaitu pipa sepanjang 516 meter dan pipa sepanjang 360 meter yang dimasukkan dari saluran outlet Kebon Nanas hingga Jalan Otto Iskandar Dinata III.
YOLANDA RYAN ARMINDYA | NINIS CHAIRUNNISA | JULI HANTORO