TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara Pratikno menegaskan, Presiden Joko Widodo meminta penegak hukum tak mudah mempidanakan diskresi atau kebijakan keuangan para kepala daerah.
Dia menganggap instruksi itu sebagai bagian dari pencegahan korupsi. “Yang terpenting, mengembangkan sistem yang baik, mencegah terjadinya kesalahan,” kata dia, Selasa 25 Agustus 2015. “Sistem yang baik untuk meningkatkan akuntabilitas.”
Menurut Pratikno, rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tak serta-merta dilanjutkan secara perdata atau pidana. Kesalahan administrasi itu cukup diselesaikan melalui lembaga pengawasan internal. Penegak hukum harus punya bukti kuat sebelum mengusut pidana berdasarkan persoalan administrasi.
“Sifat dari lembaga penegak hukum kan menegakkan hukum, bukan menghukum,” kata dia. “Intinya preventif, bukan represif atau kuratif. Preventifnya yang diutamakan.”
Presiden Joko Widodo, dua hari yang lalu, mengatakan kebijakan keuangan atau diskresi kepala daerah tak bisa dipidanakan. Sikap pemerintah ini merupakan satu dari lima instruksi yang dikeluarkan setelah pertemuan Presiden dengan kepala daerah dan lembaga penegak hukum di Istana Bogor, Jawa Barat.
Empat instruksi lainnya adalah tindak administrasi pemerintahan terbuka cukup dengan perdata, tak harus pidana; aparat harus konkret melihat kerugian negara; harus atas niat mencuri; serta aparat hukum tak boleh mengekspos tersangka sebelum masuk pengadilan. Presiden juga meminta penegak hukum tak mengintervensi saat BPK dan BPKP menyelidiki temuannya selama 60 hari ke depan.
Instruksi ini merupakan reaksi atas kekhawatiran bahwa kepala daerah dianggap melakukan korupsi dalam melaksanakan program pembangunan. Para kepala daerah tak bisa merealisasi anggaran, sehingga sampai kini anggaran baru bisa terserap 20 persen saja.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan sebelumnya mengatakan persoalan hukum sebagai penyebabnya. “Ada ketakutan terkait kriminalisasi,” kata dia, Selasa pekan lalu. “Selama ini kan mereka takut mengeksekusi dana di daerah. Takut kena KPK lah, segala macam.”
Untuk mengantisipasi, pemerintah akan membentuk tim terpadu pencegahan korupsi. Kejaksaan Agung, yang termasuk tim, akan mendampingi aparat daerah yang hendak mengeksekusi programnya. Tujuannya, supaya proses di lapangan bisa dilihat secara langsung dan berjalan sesuai dengan prosedur sehingga tak ada lagi penyimpangan alokasi anggaran di daerah.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshidiqie, menganggap arahan Presiden bahwa diskresi keuangan kepala daerah tak bisa dipidana perlu dicermati. Alasannya, motif kejahatan bisa terjadi direncanakan. "Kita tidak mengadili kebijakannya, tapi motif jahatnya," kata Jimly, yang ikut seleksi anggota pimpinan KPK, di Gedung Sekretariat Negara, kemarin.
Jimly mengatakan, kejahatan selama ini lebih sering dikaitkan dengan the quality of spending, bukan the quality of planning. "Jangan-jangan kejahatan lebih banyak terjadi saat planning, bukan saat spending," kata pakar hukum tata negara Universitas Indonesia ini.
ANANDA TERESIA | TIKA PRIMANDARI | DEWI SUCI RAHAYU | PUR