TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya Inspektur Jenderal Tito Karnavian mendorong pemerintah membuat regulasi untuk moda transportasi umum berbasis aplikasi teknologi informasi. Musababnya, saat ini moda transportasi jenis itu tengah marak di Ibu Kota.
“Pemerintah dan legislator sebaiknya bisa menangkap aspirasi masyarakat yang membutuhkan transportasi yang mudah diakses,” ujar Tito di Markas Polda, Jumat 18 September 2015. Setelah regulasi dibuat, pemerintah bisa mengeluarkan aturan yang jelas. “Apakah dilarang atau tidak,” kata dia.
Transportasi berbasis aplikasi kini menjadi primadona baru warga Jakarta dan sekitarnya. Selain jenis kendaraan roda dua, seperti Go-Jek dan Grab Bike, transportasi berbasis aplikasi ini juga dipergunakan untuk taksi seperti Uber dan Grab Taxi.
Namun belakangan pemerintah DKI menggelar razia besar-besaran terhadap transportasi berbasis aplikasi, terutama untuk Uber. Razia dilakukan karena pemerintah menganggap Uber melanggar peraturan perundangan tentang transportasi umum. Dinas Perhubungan pun pada Kamis lalu mengeluarkan larangan beroperasi untuk Uber.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama juga meminta Uber segera mengurus izin. ”Kalau mau main taksi betulan, urus pajak perusahaan, buat Nomor Pokok Wajib Pajak, dan lengkapi Surat Izin Usaha Perdagangan,” kata dia di Balai Kota, Kamis lalu.
Meski mendorong segera adanya regulasi bagi transportasi berbasis aplikasi, Tito mengatakan, untuk Uber, pihaknya akan berpegang pada keputusan Dinas Perhubungan. Polisi, kata dia, akan meningkatkan razia taksi Uber. “Kami akan merazia taksi Uber hingga situasi kondusif,” ujarnya.
Kepala kantor perwakilan Uber di Indonesia, Ichwan Heru Putranto, mengatakan perusahaan telah menginstruksikan agar pengemudi tak beroperasi dan menaati imbauan Dinas Perhubungan. Meski begitu, ia tak dapat melarang jika pengemudi berkukuh mengangkut penumpang. Sebabnya, mereka beroperasi secara mandiri dengan menggunakan mobil miliknya dan aplikasi yang mereka kendalikan sepenuhnya. “Itu di luar kuasa kami,” kata Heru.
Seorang pemilik rental yang menjadi salah satu mitra Uber, Kusmayadi, mengatakan armadanya tetap beroperasi kemarin. Dia juga tak memusingkan ancaman Dinas Perhubungan yang bakal menahan kendaraannya jika masih kedapatan beroperasi. “Ini urusan perut. Kami juga tak tahu larangan itu berlaku sampai kapan,” kata Kusmayadi.
Pengguna jasa Uber pun menentang pelarangan tersebut. Dicvon Leo, warga Pluit, Jakarta Utara, yang juga pelanggan Uber mengatakan layanan Uber punya kelebihan dibanding angkutan sejenis. Salah satunya dari sisi tarif perjalanan yang lebih murah dan memudahkan cara pembayaran via kartu kredit. “Sebulan saya bisa lebih dari 10 kali naik Uber dengan tagihan yang totalnya hanya berkisar Rp 300-400 ribu,” ujar pria 24 tahun itu, kemarin.
Alasan lain, fasilitas mobil yang dipakai justru memberi kesan nyaman dan praktis dibanding sedan yang jamak dipakai untuk taksi. “Uber itu hanya aplikasi yang menjembatani pemesanan penumpang dengan sopir rental,” kata dia.
Di dunia maya, dukungan untuk Uber terus mengalir. Petisi yang digalang di Instagram untuk menentang pelarangan itu hingga kemarin sudah mencapai angka dukungan 25.616.
LINDA HAIRANI | RAYMUNDUS RIKANG | GANGSAR PARIKESIT | JULI