TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Dewie Yasin Limpo, sebagai tersangka penerima suap untuk proyek pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua. “Suap ini rencananya untuk anggaran 2016,” kata pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Johan Budi Sapto Pribowo, di Gedung KPK, Rabu 21 Oktober 2015.
Johan menuturkan, politikus Partai Hanura ini dicokok di Lounge Garuda Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada Selasa malam 20 Oktober 2015 setelah tim penyidik KPK menangkap sekretaris pribadi Dewie, Rinelda Bandaso, yang tengah menerima besel di sebuah restoran di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, sebesar Sin$ 177.700 atau lebih dari Rp 1,7 miliar. “Anggaran untuk proyek pembangkit ini ratusan miliar rupiah,” kata Johan.
Baca juga:
Begini Jejak Politik Dewie dan Klan Yasin Limpo
Dewie Yasin Limpo, Anggota DPR Ke-55 yang Dijerat KPK
Selain adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo itu, ujar Johan, KPK menetapkan empat tersangka lain. Mereka adalah Rinelda dan staf ahli Dewie, Bambang Wahyu Hadi. Dewie beserta anak buahnya dianggap melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dua tersangka lain adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Deiyai Irenius Adii dan seorang pengusaha, Septiadi. Keduanya merupakan pemberi suap sehingga dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menyatakan, dari pantauan lembaganya, sudah ada 82 politikus bekas/anggota DPR dan DPRD yang dijerat KPK sejak lembaga antirasuah ini berdiri pada 2005. “Angka itu belum termasuk Patrice Rio Capella dari NasDem dan Dewie Yasin Limpo dari Hanura,” ujarnya.
LINDA TRIANITA| FRISKI RIANA| ISTIQOMATUL