TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengatakan para calo perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia bisa terkena tiga jerat pidana, yakni pencemaran nama baik yang melanggar Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 378 tentang Penipuan, dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Calo kontrak Freeport itu merujuk pada obrolan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto pada 8 Juni 2015 di Hotel Ritz-Carlton Jakarta dengan seorang petinggi Freeport. Dalam pertemuan itu, ia menjanjikan perpanjangan kontrak yang berakhir pada 2021 dengan mengatasnamakan Presiden dan Wakil Presiden. “Masalahnya, tidak mungkin Presiden melaporkan Ketua DPR dengan pasal pencemaran nama baik,” kata Badrodin kepada Dewi Suci dari Tempo, Kamis 19 November 2015.
Menurut Badrodin, dua pelanggaran pertama merupakan delik aduan, sehingga pengusutannya membutuhkan pelaporan. Polisi, kata dia, masih menunggu hasil klarifikasi Mahkamah Kehormatan DPR yang tengah memeriksa dugaan pelanggaran etik Setya atas bukti rekaman percakapan yang diberikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said pada Senin lalu itu.
Dalam rekaman itu tergambar Setya meminta imbalan 49 persen saham Pembangkit Listrik Tenaga Air Urumuka di Paniai, Papua, sebagai kompensasi bisa memperpanjang kontrak. Ia juga mengatasnamakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan meminta 20 persen saham untuk Presiden dan Wakil Presiden.
Ada tiga kali pertemuan antara Setya dan bos Freeport. Dalam wawancara khusus dengan Tempo, kemarin, Setya mengakui bahwa bos Freeport itu adalah Presiden Direktur Maroef Sjamsoedin. Dalam tiap pertemuan, kata Setya, ia selalu ditemani Muhammad Riza Chalid—importir minyak kakap yang langganan mendapat proyek Pertamina. “Saya tak punya niat meminta saham, apalagi mengatasnamakan Presiden,” kata dia.
Meski telah disangkal, menurut Badrodin, unsur pidana percaloan itu tak hilang. Ia menjelaskan, unsur penipuan harus dilaporkan Freeport sebagai pihak yang ditipu karena Setya bukan pihak yang berwenang memberi perpanjangan kontrak. Adapun korupsi bisa dilihat dari janji Setya dengan meminta imbalan. “Tapi kami belum tahu apa isi pembicaran mereka,” kata dia.
Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Julius Ibrani, berpendapat tiga tuduhan untuk Setya bukan delik aduan. “Ini jelas ada unsur pidana, apalagi menyangkut negara dan presiden,” ujar Julius.
Dia meminta Menteri Sudirman melaporkan Setya ke polisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan menyerahkan alat bukti sama yang diserahkan ke Mahkamah Kehormatan. Sementara itu, Mahkamah harus cepat memproses laporan Sudirman untuk memutuskan pelanggaran etika oleh Setya.
Kemarin, Junimart Girsang, Hardi Soesilo, dan Sufmi Dasco Ahmad, dari Mahkamah, menemui Badrodin untuk berkonsultasi perihal rekaman percakapan itu. Semakin terkuaknya skandal calo kontrak ini membuat juru bicara Freeport, Riza Pratama, enggan menanggapinya lebih jauh. “Sudah ditangani Mahkamah Kehormatan Dewan, kami tidak berhak berkomentar lagi,” ujar dia.
HUSSEIN ABRI YUSUF | LARISSA HUDA | MAWARDAH NUR HANIFIYANI | ISTIQOMATUL HAYATI