TEMPO.CO, Jakarta - Kisruh soal pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta tak hanya berbuntut pada penangkapan terhadap Ketua Komisi Pembangunan DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 31 Maret lalu. Diam-diam, sejumlah anggota Dewan juga menyiapkan mosi tidak percaya terhadap petinggi Dewan di bawah kepemimpinan politikus PDI Perjuangan, Prasetyo Edi Marsudi.
Penggalangan mosi tidak percaya yang bakal membelah Dewan itu sudah dimulai tiga hari lalu, melalui pesan pendek di kalangan anggota. Pesan itu berisi kekecewaan anggota Dewan terhadap sejumlah skandal yang mengguncang DPRD, dari soal temuan korupsi pengadaan alat uninterruptible power supply (UPS), audit Badan Pemeriksa Keuangan tentang Sumber Waras, hingga peraturan daerah soal reklamasi. ”Ada ketidakpuasan anggota yang disimpan selama ini,” kata anggota Fraksi Partai Hanura, Muhammad Guntur, kepada Tempo, Kamis 14 April 2016. Gagasan menggalang mosi tak percaya terhadap pimpinan Dewan pun muncul dalam percakapan itu.
Para penggerak mosi menilai pimpinan Dewan memaksakan kehendak dengan menggelar paripurna dua rancangan peraturan tentang reklamasi, meski di tingkat badan legislasi kerap tak mencapai titik temu. ”Padahal, anggota menolak pembahasan dengan tak pernah hadir atau memenuhi kuorum, hingga terbukalah kasus suap (yang menyeret Sanusi) itu,” kata Guntur.
Buntut dari penangkapan Sanusi, KPK menetapkannya sebagai tersangka bersama bos PT Agung Podomoro Land, Ariesman, serta stafnya, Trinanda Prigartoro. KPK juga mencekal Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group, serta Sunny Tanuwidjaja. Podomoro dan Agung Sedayu adalah pengembang yang mendapatkan izin mereklamasi dan berkepentingan dengan Perda Reklamasi. Pemeriksaan KPK dalam kasus ini juga mengungkap adanya pertemuan antara Aguan dan petinggi DPRD DKI.
Guntur mengatakan mosi tidak percaya ini memang tak ada dalam tata tertib. Dari 106 anggota Dewan, mereka menargetkan sebanyak mungkin dukungan. Nantinya mosi itu akan diserahkan ke pimpinan partai agar mencopot kadernya yang duduk di kursi pimpinan Dewan. "Ini tamparan ke partai. Kalau banyak yang tanda tangan (mosi), artinya sah kader itu menyalahgunakan jabatannya di parlemen," kata dia.
Wakil Ketua DPRD dari PPP, Abraham Lunggana alias Lulung, menanggapi gerakan ini dengan mengatakan, “Lihat saja dulu berapa yang tak percaya.” Adapun Prasetyo belum bisa dimintai tanggapan soal ini. Telepon dan pesan pendek yang dikirim Tempo belum dibalas. Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Gembong Warsono menyatakan Dewan tak bisa mengutak-atik struktur pimpinan tanpa persetujuan partai. "Kalau ketua partai tak menghendaki, tak akan ada penggantian," kata dia.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, menyebut mosi tidak percaya ini sebagai gerakan politik karena tak diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Jika gerakan ini berhasil, kata Lucius, itu bisa meyakinkan partai untuk mencopot kadernya dari jabatan pimpinan Dewan. “Tapi itu harus datang dari pembuktian bahwa tak ada anggota (pendukung mosi tak percaya) yang ikut terlibat suap. Jadi, gerakan mosinya kuat,” kata dia.
ABDUL MANAN | PUTRI ADITYOWATI | ERWAN HERMAWAN