TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan survei pada 8 dan 27 April 2016 dan menemukan sejumlah pelanggaran pelaksanaan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta. PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group, ditemukan membangun Pulau C dan D secara berimpit, yang seharusnya terpisah 300 meter.
Pulau C seluas 276 hektare dan Pulau D seluas 312 hektare sudah selesai dibangun, tapi tanpa kanal pemisah. “Seharusnya itu dibuat terpisah,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Bramantya Satyamurti kepada Tempo, Selasa 3 Mei 2016.
Pedoman reklamasi, menurut Bramantya, mengacu pada desain dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Aturan tersebut mengamanatkan di antara pulau reklamasi dan daratan Jakarta harus memiliki kanal selebar 200-300 meter.
Pemerintah Jakarta merespons peraturan itu dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta. Aturan tersebut diteken Gubernur Fauzi Bowo pada 19 September 2012, sebulan sebelum ia lengser, dengan menegaskan pemisahan tersebut.
Kementerian juga menemukan pelanggaran di Pulau L dan Pulau P. Kedua pulau itu, kata Bramantyo, menyatu dengan daratan Jakarta. Padahal, dalam Peraturan Presiden Nomor 54, kedua pulau itu masing-masing harus terpisah dari daratan untuk memudahkan aliran air dari 13 sungai Jakarta agar tidak terjadi sedimentasi di muara.
Baca Juga:
Dua pulau tersebut izinnya masing-masing dimiliki PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Karya Citra Nusantara, anak usaha PT Kawasan Berikat Nusantara—pengelola pelabuhan Marunda. Karya Citra akan membangun port of Jakarta di Pulau P.
Para pengusaha juga tak menguruk pantai Jakarta sedalam delapan meter. Ukuran ini sekaligus menjadi tebal pulau-pulau reklamasi, seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008. “Temuan-temuan ini masih berupa kajian. Kami belum membuat rekomendasi,” kata Bramantya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jakarta Tuty Kusumawati punya pendapat lain. Menurut dia, pengembang sudah benar menguruk kurang dari kedalaman delapan meter. “Aturannya menyebutkan delapan meter itu maksimal,” ujarnya.
Menurut Tuty, Pulau L dan daratan menyatu karena pulau tersebut dibangun sejak 1990 berbarengan dengan reklamasi Pantai Mutiara. Ketika itu, kata dia, pulau reklamasi menyatu dengan daratan. Kemudian Perpres Nomor 54 Tahun 2008, yang mengharuskan ada kanal, terbit. “Kalau Pulau P belum dibuat,” katanya.
Manajemen Kapuk Naga Indah maupun Kawasan Berikat belum memberikan keterangan. Kapuk Naga, yang induknya tersangkut skandal suap reklamasi kepada anggota DPRD, memiliki izin paling banyak, yakni lima pulau seluas 1.331 hektare. Juru bicara Ancol, Rika Lestari, tak bisa berkomentar dengan alasan reklamasi sedang moratorium.
ERWAN HERMAWAN