TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyisiran belanja pemerintah bakal menjadi tindakan prioritas untuk menyehatkan kondisi fiskal tahun depan, saat defisit anggaran diperkirakan semakin melebar. “Anggaran yang kredibel sangat penting, agar kepercayaan publik, termasuk investor, semakin meningkat,” kata Sri dalam wawancara dengan tim Tempo, di kantornya, Kamis 18 Agustus 2016.
Sejak menjabat Menteri Keuangan pada 27 Juli lalu, Sri menerapkan kebijakan yang cukup “keras”, seperti memangkas belanja kementerian/lembaga Rp 65 triliun serta dana transfer ke daerah Rp 68,8 triliun. Dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017, Sri kembali memangkas belanja negara pada pos dana transfer daerah, serta mematok asumsi penerimaan Rp 219 triliun lebih rendah daripada APBN-P 2016 yang tidak realistis.
Strategi pengetatan anggaran yang dipilih, menurut Sri, tak lepas dari kondisi di lapangan. Dia memberi contoh serapan anggaran di tingkat pusat maupun daerah yang tidak optimal, sehingga bisa memantik penyelewengan. “Sudah delapan bulan anggaran baru terserap 40 persen. Sisanya, apa mau dipaksa habis pada empat bulan terakhir?” ujar dia. Sri mengaku sudah berdialog dengan penerima dana anggaran yang cukup besar, seperti Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, untuk menetapkan prioritas.
Rasionalisasi juga diterapkan pada sisi penerimaan. Dengan kondisi perekonomian saat ini, kata Sri, target pendapatan negara dibuat lebih kredibel. Dalam RAPBN 2017, target pendapatan negara lebih rendah 2,7 persen daripada APBN-P 2016. Penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak masing-masing turun 2,81 persen dan 1,9 persen. Tapi Sri menegaskan potensi penerimaan dari program tax amnesty digenjot semaksimal mungkin. “Kita pun harus siap seandainya tak tercapai, sehingga bisa menerapkan strategi tambahan untuk mengelola sisi penerimaan, belanja, maupun pembiayaan.”
Strategi Sri didukung oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro. Menurut dia, pemangkasan dana transfer ke daerah bisa mendorong para gubernur, bupati, dan wali kota untuk memaksimalkan penggunaan dana yang mereka miliki. Apalagi, kata dia, selama beberapa tahun terakhir terjadi tren serapan dana anggaran yang rendah, karena kepala daerah mengendapkan dana di bank. “Jadi, mereka jangan hanya semata-mata menunggu transfer,” ujar dia.
Bambang pun mengklaim optimalisasi dana daerah yang mengendap di bank bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Dia memberi contoh, pada Desember 2015, dari Rp 240 triliun dana daerah yang tersimpan di bank, sebanyak Rp 140 triliun akhirnya terserap oleh pemerintah daerah. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun atau triwulan IV 2015 bisa menembus 5 persen.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan efisiensi anggaran bakal mendorong para pengelolanya untuk lebih selektif dalam berbelanja. Namun dia berharap pengetatan yang dilakukan tidak berdampak buruk bagi laju pertumbuhan ekonomi. “Asalkan jatah prioritas seperti infrastruktur dan pengentasan kemiskinan tidak ikut dipotong, pengelolaan anggaran lebih realistis.”
FAIZ NASHRILLAH
Berita lainnya:
4 Orang Ini Tengah Ramai Dibicarakan Netizen
Rahasia Bisikan Tontowi yang Mengobarkan Semangat Liliyana
Jika Mega Dukung Ahok, Begini Cara PDIP Meredam Pembangkang