TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat antikorupsi dan pemerhati lingkungan hidup mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi tak hanya berfokus kepada dugaan korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Selain kasus suap dalam pemberian izin tambang PT Anugrah Harisma Barakah, masih banyak kasus lain yang harus diungkap.
“Pengungkapan dugaan korupsi Nur Alam ini agak terlambat, tapi tetap bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap kasus-kasus lainnya,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tenggara Kisran Makati kepada Tempo, Kamis 25 Agustus 2016.
Walhi Sulawesi Tenggara mencatat, terdapat hampir 500 izin usaha pertambangan di provinsi ini. Tambang berupa produksi nikel dan emas itu paling banyak dan tersebar di delapan daerah dari 14 kabupaten dan kota. “Hampir separuhnya belum ditetapkan status clean and clear, yang sebenarnya banyak bermasalah,” kata Kisran.
Sebagian besar permasalahannya, menurut Kisran, lokasi tambang mencaplok kawasan hutan, baik hutan lindung maupun konservasi. Penerbitan rekomendasi perizinan dari pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, tak pernah melalui kajian mendalam. “Ini berpotensi menjadi ladang jual-beli perizinan,” ujar dia. Akibatnya, Kisran mengungkapkan, tumpang-tindih antara peta tambang dan hutan banyak terjadi.
Wilayah konsesi tambang nikel seluas 3.084 hektare milik PT Anugrah Harisma Barakah di Kabupaten Bombana, contohnya, disinyalir menerabas kawasan hutan lindung. Tumpang-tindih dalam izin usaha tambang yang diterbitkan oleh Nur Alam itu tampak jika diadu dengan peta kawasan hutan Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasilnya, ada sekitar 550 hektare hutan lindung berada di peta lahan tambang.
Koordinator Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Puspaham) Sulawesi Tenggara, Ahmad Iskandar, mengatakan dugaan korupsi dalam perizinan PT Anugrah hanya bagian kecil dari korupsi sektor sumber daya alam. “Ini sekrup kecil dari materi korupsi yang bisa dikembangkan KPK,” ujar dia. “Kami meyakini korupsi sumber daya alam di sini berjemaah.”
Menurut Ahmad, kelompok sipil antikorupsi siap menyodorkan temuan dugaan korupsi lainnya. Sepanjang 2014, misalnya, Puspaham Sulawesi Tenggara mencatat sembilan kasus korupsi di sektor pemanfaatan sumber daya alam yang tak pernah diusut. Hampir seluruh dugaan korupsi itu berkaitan dengan perizinan, baik di pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. “Kalau ingin mengusut, KPK harus turun ke kabupaten,” ujar dia.
Manajer Pembelaan dan Respon Cepat Walhi, Edo Rakhman, berharap KPK menelusuri dugaan peran pejabat pemerintah pusat. Dia tak percaya jika pusat tidak mengetahui adanya kasus lahan hutan dan tambang di Sulawesi Tenggara. “Ada yang bermain, di pusat maupun daerah. KPK harus menelusurinya.”
AGOENG | MITRA TARIGAN | ROSNIAWANTY FIKRI (KENDARI)
Berita lainnya:
Ahok: Saya Enggak Mungkin Ninggalin Bu Mega
Ahli Toksikologi Buat 6 Percobaan Simulasikan Kopi Mirna
Diskusi RUU Pertembakauan: Duit Rokok Mengalir ke Parlemen