TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui praktek pungutan liar dalam pengurusan izin usaha di kementeriannya sudah berlangsung lama. Saking lamanya, Budi mengaku tidak bisa membersihkan praktek itu sendirian. “Saya sebenarnya ingin sekali ini selesai dengan baik. Setelah ngomong, selesai. Rupanya belum bisa,” kata Budi kepada Tempo, Selasa 11 Oktober 2016.
Pada Selasa sore, tim gabungan dari Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Markas Besar Kepolisian RI menangkap enam orang yang diduga menarik pungutan liar dalam perizinan angkutan laut di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta. Mereka terdiri atas seorang pengusaha yang diduga sebagai penyuap, dua pegawai negeri sipil golongan II-D, dan tiga pegawai honorer Kementerian Perhubungan.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Awi Setiyono, mengatakan keenamnya tertangkap tangan sedang melakukan transaksi pungutan liar, antara lain untuk pengurusan buku pelaut. Penyidik menyita uang sebanyak Rp 34 juta sebagai barang bukti suap dari PT SBI, PT CIS, dan satu sekolah menengah kejuruan pelayaran di Jakarta. "Setelah dikembangkan, ditemukan ada aliran dana ke lantai 12 Gedung Karya Kementerian Perhubungan," kata Awi di kantor Kementerian Perhubungan.
Di lantai 12 ini terdapat ruang kerja kepala seksi dan Kepala Subdirektorat Perkapalan dan Kepelautan. Di ruangan tersebut, polisi menyita uang tunai Rp 61 juta dan buku tabungan berisi uang Rp 1 miliar.
Seusai penangkapan, Presiden Joko Widodo melihat langsung tempat kejadian perkara. Jokowi melihat jalannya operasi ini setelah memimpin rapat peluncuran Operasi Pemberantasan Pungli. “Baru saja rapat, ada kejadian seperti ini. Saya sudah perintahkan tangkap pelakunya dan langsung pecat,” kata Jokowi.
Budi mengatakan mengetahui ada praktek pungutan liar di Kementerian Perhubungan dari laporan para pengurus izin. Menurut Budi, setelah mendapat laporan itu, dia mengumpulkan anak buahnya untuk menghentikan praktek tersebut. Tapi pungli tetap berlangsung, sehingga dilaporkan ke kepolisian. “Mungkin pungutan liar ini sudah berlangsung lama. Nyatanya, kami minta untuk dibersihkan sendiri enggak bisa. Internal enggak bisa, minta tolong Polri saja.”
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengakui bahwa informasi soal pungutan liar itu berasal dari dalam Kementerian Perhubungan. Dari penyelidikan dan penangkapan kemarin, kata Tito, kepolisian menemukan pungutan liar terjadi dalam banyak pengurusan izin angkutan laut. “Ada untuk pengurusan ukuran panjang kapal, berat kapal, pergantian bendera kapal, dan izin-izin lainnya,” kata Tito.
Kepolisian telah menyita sejumlah barang bukti pungutan liar dalam pengurusan buku pelaut dan sijil. Sijil adalah dokumen berisi daftar awak kapal. Sejak 30 April lalu, pengurusan buku pelaut sebetulnya sudah bisa dilakukan secara online dengan biaya Rp 100 ribu per buku. Adapun menurut dokumen operasi tangkap tangan Mabes Polri, petugas Kementerian menarik biaya sebesar Rp 140 ribu per buku. Pembuatan sijil yang seharusnya gratis juga ditarik biaya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto, mendukung langkah pemerintah memberantas pungutan liar. Menurut Carmelita, pengurusan izin yang sudah bisa dilakukan dengan sistem online di Kementerian Perhubungan mesti diawasi terus. “Ini akan memudahkan proses pelayanan.”
KHAIRUL ANAM | VINDRY FLORENTIN
Berita lainnya:
Sandra Dewi Habiskan Sebotol Shampo Per Tiga Hari
Penangkapan Pungli di Kemenhub, Menteri yang Lapor Polisi
Dimas Kanjeng Rusak Citra Paranormal, Jinnya Mau Dikencingi