TEMPO.CO, Jakarta - Perintah Presiden Joko Widodo kepada Kejaksaan Agung untuk mencari dokumen laporan akhir Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian Munir Said Thalib diragukan akan menjawab tuntutan agar pemerintah mengungkap tuntas pelaku pembunuhan aktivis prodemokrasi tersebut. "Ini cuma lemparan pernyataan pemerintah, dari satu pernyataan ke pernyataan lainnya. Enggak akan ada bukti konkret,” kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, Kamis 13 Oktober 2016.
Dia mengingatkan, sejak peringatan Hari Hak Asasi Manusia dua tahun lalu hingga beberapa hari terakhir, Jokowi terus mengumbar janji menuntaskan kasus pembunuhan Munir. "Tapi pemerintah baru sibuk mencari dokumen TPF begitu ada putusan Komisi Informasi Pusat,” ujarnya. "Berarti selama ini buat apa?"
Senin lalu, Komisi Informasi Pusat mengabulkan gugatan Kontras dan memaksa pemerintah lewat Kementerian Sekretariat Negara membuka ke publik laporan akhir TPF kasus meninggalnya Munir. Namun Sekretariat Negara malah mengklaim tak memiliki dokumen, yang menurut para anggota TPF telah diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni 2005. Klaim yang sama datang dari Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI.
Menanggapi polemik raibnya dokumen tersebut, Presiden Joko Widodo pada Rabu lalu menyatakan komitmennya untuk membuka lagi kasus Munir. Jokowi, kata juru bicara kepresidenan Johan Budi Sapto Pribowo, memerintahkan Kejaksaan Agung mencari dan mempelajari dokumen laporan akhir TPF.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan akan menugasi Jaksa Agung Muda Intelijen menghubungi para mantan anggota TPF Munir untuk meminta arsip laporan akhir penyelidikan. Dengan begitu, kata dia, lembaganya bisa mempelajari fakta atau bukti baru dalam laporan tersebut. "Sesuai dengan apa yang disampaikan Pak Presiden, kalau ada data baru, ada novum, tentunya di situ kami bisa ambil sikap," kata Prasetyo, kemarin. "Kalau ditindaklanjuti, tentunya akan diserahkan kepada penyidik."
Namun mantan anggota TPF, Hendardi, justru merasa heran atas rencana itu. "Laporan itu sudah kami serahkan kepada mereka, sekarang minta arsip kepada kami," ujarnya. Seperti halnya Haris, Hendardi ragu akan komitmen pemerintah. Menurut dia, Jokowi seharusnya segera membentuk tim khusus yang lebih kuat, baik secara hukum maupun politis, dibandingkan TPF era Yudhoyono, untuk mengungkap pembunuhan Munir.
"Dalam laporan akhir, kami merekomendasikan pembentukan tim baru yang lebih kuat untuk memeriksa beberapa pihak yang tak terjangkau oleh TPF," ujarnya. Dia mencontohkan, TPF gagal memeriksa sejumlah petinggi Badan Intelijen Negara dan mengakses dokumen lembaga tersebut.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chaerul Huda, menilai janji pemerintah hanya sebagai embusan angin surga untuk meredam protes pegiat hak asasi manusia yang kecewa karena pemerintah tak konkret mengungkap kasus Munir. "Kasusnya sudah lama, apa iya bisa ditemukan novum," ujar Chaerul memperkirakan sejumlah bukti dan petunjuk telah dihilangkan sejumlah pihak yang diduga terlibat.
Dicegat di Istana Kepresidenan kemarin, Jokowi mengatakan fokus pemerintah saat ini adalah mencari laporan TPF. "Kalau ada novum, ya nanti diproses hukum," ujar Presiden.
FRANSISCO ROSARIAN | REZKI ALVIONITASARI | ISTMAN MP | AGOENG WIJAYA
Berita lainnya:
Raja Thailand Bhumibol Adulyadej Mangkat
Masih Muda Kok Kulitnya Keriput, Apa Sebabnya?
Soal Penistaan Agama Berlanjut ke Ranah Hukum, Ini Kata Ahok
Siapa yang Menyimpan Fakta Pembunuhan Munir?