TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Jakarta menangkap pemasar kartu kredit yang membobol rekening data nasabah BCA. AA, 36 tahun, membobol kartu kredit nasabah BCA dibantu oleh EP yang berperan memalsukan data.
Menurut Kepala Unit IV Sub-Direktorat Resimen Mobil Polda Jakarta, Inspektur Satu Verdika Bagus Prasetya, dua pelaku itu tak meretas sistem kartu kredit, melainkan memalsukan dokumen. “Data orang yang membuat kartu kredit di mal atau tempat lain, yang bukan kantor cabang,” kata Verdika, Senin 28 November 2016.
AA memegang data nasabah karena bekerja memasarkan kartu kredit pelbagai bank di banyak mal. Data tersebut ia pakai untuk memalsukan data KTP dan nomor telepon seluler untuk disetorkan ke bank dan meminta kartu kreditnya. “Data itu untuk mengelabui penyedia jasa, baik telekomunikasi maupun bank,” kata Verdika.
Setelah mendapatkan cetakan kartu kredit dari data palsu nasabah, mereka menggunakannya untuk membeli barang dan menggesek tunai. Tagihan kartu kredit kemudian masuk ke rekening nasabah. Polisi menduga komplotan ini sudah berulang kali melakukan pembobolan kartu kredit dengan modus pemalsuan data nasabah.
Menurut Kepala Unit IV Subdit Resmob Komisaris Teuku Arsya Khadafi, polisi menemukan berbagai macam salinan data nasabah pembuat kartu kredit di rumah AA di Jakarta Timur. “Mereka ini komplotan, mengaku baru beraksi selama tiga bulan terakhir dan baru berhasil sekali,” kata Arsya.
Polisi meminta masyarakat melapor jika menjadi korban pembobolan kartu kredit. Sebab, polisi yakin korban aksi pembobolan semacam ini ada lebih banyak. Masyarakat juga diimbau agar lebih berhati-hati dalam membuat kartu kredit, khususnya jika hendak memberikan data-data pribadi kepada pihak yang tidak jelas.
Penangkapan AA dan EP berawal dari laporan BCA pada 11 November lalu. Salah satu nasabah mereka, Hartono Rekso, mengaku mendapat tagihan Rp 50 juta padahal belum menerima kartu kredit.
Polisi juga masih memburu tiga orang lainnya yang turut dalam pemalsuan dokumen, termasuk memalsukan KTP nasabah. Mereka berinisial A, M, dan O.
Adapun AA dan EP dijerat Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dan Pasal 263 KUHP dengan pemalsuan. Ancaman hukumannya kurungan penjara maksimal 9 tahun.
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Kisnu Widagso, mengatakan modus pembobolan kartu kredit semakin berkembang. Awalnya para pembobol kartu kredit meretas basis data nasabah di tiap bank. “Sekarang keamanan bank makin ketat,” kata dia.
Modus pembobolan pun berkembang menjadi pemalsuan dengan menjadi penjual kartu kredit tersebut. Kemudian komplotan pembobol menggunakan modus penipuan, yakni menipu pihak bank atau mendatangi pihak telekomunikasi agar kartu kredit dicetak lagi. “Tapi, sekarang ini sudah tidak bisa, karena harus menyebut nama ibu kandung,” ujar dia.
Cara lain membobol, kata Kisnu, adalah memanfaatkan sampah bank yang dibeli dari pemulung. Sampah itu berupa hasil cetakan data nasabah yang sudah tak terpakai. Para pembobol lalu menghubungi konsumen memakai data tersebut. “Sebaiknya masyarakat membuat kartu kredit langsung ke konter bank, tidak di mal atau tempat lain,” kata Kisnu.
EGI ADYATAMA
Berita lainnya:
5 Cara Memakai Parfum yang Benar
Soal Nikah Siri dengan Brotoseno, Ini Pengakuan Kubu Angelina
Pembelaan Ahmad Dhani Soal Nama Hewan & Tuduhan Hina Jokowi