TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mulai hari ini menaikkan tarif penerbitan dan pengesahan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB). Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Tarif penerbitan baru dan penggantian tiap lima tahun STNK kendaraan roda dua dan roda tiga naik dari Rp 50 ribu menjadi Rp 100 ribu. Sedangkan untuk kendaraan roda empat atau lebih naik menjadi Rp 200 ribu dari Rp 75 ribu. Untuk pengesahan STNK tiap tahun, kendaraan roda dua dan roda empat atau lebih dikenai masing-masing Rp 25 ribu dan Rp 50 ribu. Dalam peraturan lama, pengesahan STNK tidak dikenai biaya.
Adapun tarif penerbitan atau ganti kepemilikan BPKB kendaraan roda dua naik menjadi Rp 225 ribu dari Rp 80 ribu. Sedangkan untuk kendaraan roda empat atau lebih, dikenai tarif Rp 375 ribu dari sebelumnya Rp 100 ribu.
Kebijakan tarif baru ini ramai diperbincangkan antara lain karena Presiden Joko Widodo seperti kaget dan mempertanyakan persentase kenaikan yang signifikan. Jokowi menganggap kenaikan tarif hingga tiga kali lipat itu membebani masyarakat. Padahal penetapan tarif baru itu dilakukan melalui peraturan pemerintah yang ditandatangani Presiden.
“Presiden mengingatkan waktu di Bogor, kalau tarif PNBP untuk pelayanan masyarakat janganlah naik tinggi-tinggi," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, setelah rapat sidang kabinet di Istana Bogor, Rabu 4 Januari 2017.
Seolah hendak menjelaskan pertanyaan Presiden, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tarif baru dibutuhkan untuk memperbaiki pelayanan surat perizinan oleh kepolisian. Apalagi, kata dia, sudah sangat lama tarif PNBP tidak diperbarui. “Ini sudah tujuh tahun,” ujarnya. “Kenaikan tarif PNBP di kementerian/ lembaga disesuaikan karena faktor inflasi dan jasa pelayanan yang lebih baik.”
Sri Mulyani menjelaskan, tarif baru diajukan atas usul kepolisian. Tapi Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian membantah. Meski demikian, Tito menegaskan tarif tersebut sudah disesuaikan dengan kenaikan harga dan daya beli masyarakat. "Kenaikan ini bukan karena dari Polri. Tolong dipahami. Kenaikan itu, pertama, karena temuan BPK, harga material sudah naik. Hasil temuan mereka, harga itu termasuk harga terendah di dunia, sehingga perlu dinaikkan karena daya beli masyarakat juga meningkat. Kedua, untuk memberikan pelayanan sistem yang lebih baik, yaitu sistem online," kata Tito.
Adapun Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Setya Novanto, meminta Komisi Hukum DPR mengevaluasi kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor. "Yang penting bagi saya tidak memberatkan masyarakat, kualitas dan efisiensi dijaga,” ujarnya di Kompleks Parlemen. Meski penerbitan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) merupakan kewenangan kepolisian, dia mengingatkan bahwa persoalan tarif berkaitan langsung dengan masyarakat.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, mendukung pemerintah. Tapi dia mempersoalkan persentase kenaikan yang besar secara sekaligus. “Seharusnya bertahap," ujarnya seperti dikutip Antara.
ALI NY | ARKHELAUS W | ADITYA BUDIMAN | REZKI ALVIONITASARI | DESTRIANITA
Berita lainnya:
Ahok Minta Bantuan Ketua DPRD Pertahankan Pejabat
Posisi Jerawat Bisa Menunjukkan Kondisi Kesehatanmu
Ajaib! Nyaris 20 Tahun, 2 Pasang Suami-Istri Kuasai Klaten