TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Staf Khusus Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115), Mas Achmad Santosa, mengatakan kasus perbudakan dan tindak pidana perdagangan orang terhadap pelaut Indonesia tidak hanya terjadi di Taiwan. Satgas yang awalnya berfokus pada pencurian ikan tersebut kini sedang menyelesaikan sejumlah kasus pelaut Indonesia di kapal asing. “Kami usut, baik sendiri maupun bekerja sama dengan Bareskrim,” kata Mas Achmad, Rabu 11 Januari 2017.
Sejumlah kasus itu antara lain perbudakan terhadap 14 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal Cina yang berada di perairan Dargahan, Iran. Satgas 115 berkolaborasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran mengungkap kasus ini dan menemukan otak dari perusahaan pengirim ABK. Tim menyita 150 paspor calon ABK yang akan dikirim ke tujuh negara. Kasus itu sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Satgas juga menangani kasus tujuh ABK asal Indonesia di kapal B. MV. Viking, Stateless, milik Spanyol yang berada di perairan Antartika. Ketujuh ABK itu tidak dibayar selama beberapa bulan. Satgas menemukan kasus ini dan meminta agen pengirim melunasi gaji sekaligus memulangkan seluruh ABK tersebut.
ABK Indonesia juga ada yang dipaksa terlibat dalam pencurian ikan oleh Kapal Huali 8 milik Cina di perairan Argentina. “Kami membantu menyelesaikan persoalan hukum dan memulangkan mereka,” ujar Santosa. Kasus lainnya adalah kasus dugaan perdagangan orang di kapal Taiwan yang berada di perairan Cape Town, Afrika Selatan. “Penyidik Satgas 115 telah bekerja sama dengan otoritas Afrika Selatan untuk bertukar informasi advokasi dalam kasus ini.”
Kasus perbudakan ABK asal Indonesia di kapal Taiwan memang marak. Karena itu, dibutuhkan data rinci soal keberadaan ABK Indonesia di sana. Satgas 115 pernah mengadakan rapat dengan otoritas Taiwan. Saat itu, Satgas 115 sempat meminta Taiwan memberikan data lengkap ABK Indonesia yang bekerja di sana. “Sampai saat ini belum diberikan.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) telah mendesak pemerintah Taiwan agar memperbaiki pemenuhan hak para pekerja Indonesia di sektor perikanan. Kepala BNP2TKI, Nusron Wahid, menyebutkan ada tiga isu yang telah ia sampaikan kepada Wang Mei Yu, anggota Lembaga Pengawasan Pemerintah Taiwan, Control Yuan.
Salah satunya adalah meminta setiap pekerjaan yang melebihi jam kerja dihitung sebagai kerja lembur. Kemudian, para pelaut harus diberi fasilitas tempat tinggal yang layak. “Ketiga, saya meminta besaran asuransi bagi pelaut ini lebih besar daripada asuransi pekerja rumahan karena risiko kerja pelaut lebih besar,” kata Nusron, kemarin.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, menyatakan ada standar prosedur pemberian bantuan yang dilakukan oleh setiap kantor perwakilan pemerintah di luar negeri. Anggota Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal RI siap mengupayakan bantuan kepada ABK yang mengalami masalah di berbagai negara. “Perwakilan kami biasa terbang berjam-jam. Itu kami lakukan untuk melindungi para ABK," ujar Arrmanatha.
YOHANES PASKALIS | FRANSISCO ROSARIANS
Berita lainnya:
Rizieq Akan Penuhi Panggilan Polda Jawa Barat, Asalkan...
Kata Hamdan Zoelva tentang Sidang Kasus Penodaan Agama
Charles Manson, Pembunuh Berantai AS Ini Dikabarkan Sekarat