TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan debat pemilihan Gubernur DKI Jakarta menjadi salah satu faktor yang paling mempengaruhi keputusan masyarakat pada 15 Februari mendatang. "Debat termasuk peristiwa yang berefek," kata dia, Jumat 10 Februari 2017.
Hal itu terlihat setelah Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta menggelar debat kedua pada 27 Januari lalu. Dalam survei Indikator yang digelar pada 2-8 Februari lalu, angka pemilih bimbang tercatat 6,15 persen dari 1.000 orang yang dipilih. Jumlah itu berkurang dibanding dalam survei Indikator pada Januari lalu yang sebesar 14,4 persen.
Baca juga: Survei Indikator: Ahok Mantap, Agus Anjlok, dan Anies Melejit
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) juga mencatat berkurangnya pemilih bimbang menjelang pemungutan suara. Peneliti LSI, Ardian Sopa, mengatakan dari 1.200 responden yang disurvei pada 8-9 Februari lalu, sebanyak 8,5 persen belum menentukan pilihan. Pada survei terdahulu, jumlah pemilih bimbang berkisar 10-20 persen.
Dalam survei Populi Center pasca-debat kedua pada 28 Januari-2 Februari lalu, jumlah pemilih bimbang juga turun menjadi 7,8 persen dibanding dalam survei setelah debat pertama yang sebesar 9,8 persen.
Pendiri PoliticaWave, Yose Rizal, mengatakan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat mendominasi topik perbincangan di media sosial sebesar 51 persen pada debat kedua yang digelar 27 Januari lalu. Anies Baswedan-Sandiaga Uno menempati posisi kedua, yakni 38 persen. Sedangkan jumlah percakapan tentang Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni hanya 11 persen.
Baca juga: 3 Survei: 2 Unggulkan Agus-Sylvi, 1 Menangkan Ahok-Djarot
Yose mengatakan debat final yang berlangsung tadi malam menjadi salah satu faktor penentu bagi masyarakat yang masih bimbang dalam menentukan pilihan. "Debat terakhir berpengaruh terhadap preferensi pilihan warga Jakarta," kata dia.
Debat yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, itu mengusung tema “Masalah Kependudukan dan Peningkatan Kualitas Hidup Warga Jakarta”. Sedangkan sub-temanya adalah pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, anti-narkoba, dan ramah penyandang disabilitas.
Ahok-Djarot, kata Yose, memiliki keuntungan lantaran bisa menyusun argumen berdasarkan data. Penampilan Anies-Sandiaga pada debat kedua juga membaik. Pada debat sebelumnya, Anies dianggap menawarkan retorika. Agus-Sylviana punya beban paling berat pada debat pamungkas itu karena netizen menganggap Sylviana melakukan blunder beberapa kali.
Baca juga: Anies Jelaskan Cicilan Rumah tanpa DP, Ahok: Tak Mungkin
Pada debat pertama, kata Yose, netizen menyoroti sapaan “Pak Menteri” oleh Sylviana yang ditujukan kepada Anies. Dalam debat kedua, Sylviana juga mengacungkan jempol ke bawah kepada Ahok, dan pertanyaannya dinilai tak jelas oleh Anies. "Publik berharap Sylviana sebagai birokrat bisa menutupi kekurangan pengalaman Agus," kata dia.
Pengamat media sosial Ismail Fahmi mengatakan perbincangan paling intensif di media sosial sepanjang debat pertama dan kedua berasal dari pendukung Basuki-Djarot. Pendukung pasangan nomor urut dua itu memiliki sistem kerja yang tersusun berupa eco-chamber dengan saling retweet cuitan pendukung agar efeknya viral. "Pendukung dua pasangan lain tidak serapi itu," kata salah seorang pendiri Awesometrics itu.
YOHANES PASKALIS | FRISKI RIANA | LINDA HAIRANI