TEMPO.CO, Jakarta- Pemerintah terus menekan PT Freeport Indonesia untuk mengubah status dari pemegang kontrak karya menjadi pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sikap Freeport yang menolak tawaran pemerintah dan mengancam menggugat ke arbitrase internasional merugikan dirinya sendiri.
“Freeport itu perusahaan publik. Kalau dia berhenti, harga sahamnya akan jatuh," kata Sri di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu 22 Februari 2017.
Hingga saat ini Freeport tak bisa mengekspor hasil tambangnya lantaran belum menerima rekomendasi ekspor. Pemerintah hanya bersedia menerbitkan rekomendasi ekspor konsentrat tembaga jika Freeport mau mengubah status menjadi pemegang IUPK.
Baca juga: Kronologi Kontrak dan Eksploitasi Tambang Freeport di Papua
Menurut Sri, terhentinya ekspor dan produksi akan merugikan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. Pemerintah, kata dia, harus konsisten menjalankan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara serta Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang mengamanatkan perubahan status pengelola tambang.
Baca Juga:
Karena itu, Menteri Keuangan menyebutkan pemerintah telah menawarkan proses transisi selama enam bulan. “Sebetulnya yang paling baik adalah menjaga kepentingan bersama. Penting bagi Indonesia, Papua, dan Freeport,” tutur Sri. Pemerintah, kata dia, juga akan menjelaskan kondisi ini kepada investor agar tidak muncul pandangan negatif.
Senin lalu, Kepala Eksekutif Freeport-McMoran, Richard Adkerson, menyatakan akan memulai proses arbitrase karena pemerintah Indonesia telah melanggar ketentuan dalam kontrak karya tahun 1991.
Menurut dia, Freeport berhak mengekspor konsentrat, namun hak tersebut telah dibatalkan sepihak oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak 12 Januari lalu. Adkerson mengancam akan mendaftarkan gugatan jika dalam 120 hari mendatang perundingan tetap buntu.
Baca juga: Daftar Lengkap Butir Negosiasi KK vs IUPK Freeport
Menteri Energi Ignasius Jonan pun mengatakan tak peduli atas tenggat itu. Sebaliknya, kata dia, pemerintah juga bisa menggugat Freeport. Adapun Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan menegaskan akan mengakhiri izin operasi Freeport setelah kontrak karya berakhir pada 2021.
Luhut juga menganggap Freeport sudah bertindak seenaknya lantaran tidak membangun fasilitas pemurnian tembaga. Jika operasi Freeport berakhir, pemerintah bisa membuka opsi kemitraan dengan perusahaan swasta nasional.
Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang Nasional, Melky Nahar, menilai ancaman Freeport sebagai “lagu lama” yang diulang-ulang. Perusahaan itu, kata dia, pada dasarnya tidak mau tunduk kepada peraturan. Melky pun mendesak pemerintah untuk tidak lagi tunduk kepada tuntutan Freeport dan siap menghadapi gugatan di forum arbitrase.
Baca: Freeport ke Arbitrase, Menteri Luhut: Kita Berpeluang Menang
DESTRIANITA | VINDRY FLORENTIN | ROBBY IRFANY