TEMPO.CO, Makassar -- Komisi Pemberantasan Korupsi akan memberikan bukti bahwa tak ada tekanan ataupun ancaman dalam pemeriksaan anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat, Miryam S. Haryani, dalam kaitan kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan siap menghadirkan penyidik dan memutar rekaman pemeriksaan Miryam.
“Kalau mau diperlihatkan rekaman dari tata cara pemeriksaan, silakan dibuka," kata Laode di Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat 24 Mart 2017.
Baca: E-KTP, 3 Kesaksian Miryam Haryani yang Menentukan
Miryam memberikan pernyataan yang mengejutkan saat bersaksi untuk Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang menjadi terdakwa korupsi proyek e-KTP, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 23 Maret 29017. Politikus Partai Hanura itu mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan. "Saya cabut karena tidak benar," ucapnya.
Miryam berdalih, keterangan itu ia berikan di bawah tekanan dan ancaman penyidik KPK. Sejumlah penyidik yang ia sebut melakukan hal itu adalah Novel Baswedan, Damanik, dan M.I. Santoso.
Baca: Saksi E-KTP Miryam Haryani Cabut BAP, Diduga karena Diancam
Laode yakin tak ada tekanan ataupun paksaan dalam proses pemeriksaan Miryam. "Dalam semua proses pemeriksaan oleh KPK, baik itu penyelidikan maupun penyidikan, tidak mungkin ada penyiksaan atau penekanan. Saya bisa pantau semua ruang pemeriksaan," ujarnya.
Menurut dia, para pemimpin KPK bisa memantau langsung pemeriksaan dari ruang masing-masing. Ia yakin bisa membuktikan kebohongan Miryam. "Jangan hari ini bicara A, besok menjadi Z. Jujur saja.”
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menuturkan, bila ada penyidik yang menekan atau mengancam Miryam, ia bisa dikenai pidana. “Yang mengancam saksi untuk memberikan keterangan tidak benar terancam pasal menghalangi, merintangi penyidikan, penuntutan, dan persidangan," kata Alex.
Baca: Sidang E-KTP, Jaksa: Ada Hal Tak Logis dari Kesaksian Miryam
Penyidik KPK, Novel Baswedan, membantah tuduhan Miryam. “Semua ada rekamannya, audio dan visual,” ujarnya. Rekaman itu, tutur Novel, bisa menjadi bukti bahwa tidak ada ancaman dalam setiap pemeriksaan. Novel juga menyatakan bersedia memberikan keterangan dalam persidangan.
Pakar hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai janggal pengakuan Miryam yang menyatakan terpaksa berbohong karena diancam penyidik. Alasannya, keterangan Miryam dalam berita acara pemeriksaan sangat mendetail, termasuk ketika menyebutkan angka dan nama. Kalau Miryam terbukti berbohong di pengadilan, ia bisa dipidanakan. “Bisa dijerat sumpah palsu,” kata Agus.
MAYA AYU PUSPITASARI | DIDIT HARIYADI | DANANG FIRMANTO | MITRA TARIGAN | AGUNG S