TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan memerintahkan PT PLN (Persero) menagih denda lebih besar kepada kontraktor proyek listrik yang tidak melaksanakan kewajibannya. Perintah Jonan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi Nomor 10 Tahun 2017 tentang pokok-pokok perjanjian jual-beli listrik. "PLN harus menjatuhkan denda serius. Selama ini dendanya main-main. Ini bisnis, bukan pekerjaan anak-anak," kata Jonan di kantornya di Jakarta, Senin 10 April 2017.
Baca: Jokowi dan Mati Surinya Pembangkit Listrik
Sanksi denda bagi kontraktor disebut delivery or pay. Artinya, pengembang listrik swasta dibebani kewajiban membayar denda jika pembangkit listrik yang mereka bangun tak menghasilkan listrik sesuai dengan kontrak. Kontraktor harus membayar penalti sebanyak selisih listrik yang PLN ganti. Dalam aturan sebelumnya, PLN hanya mengenakan denda 10 persen dari kerugian. Regulasi itu, menurut Jonan, tidak membuat kapok kontraktor.
Kebijakan Jonan beralasan. Badan Pemeriksa Keuangan, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2016, menemukan sejumlah proyek pembangkit listrik yang tidak beroperasi sesuai dengan target. Akibatnya, PLN harus mengeluarkan biaya tambahan untuk merevitalisasi pembangkit hingga membeli beragam jenis batu bara.
Baca: Proyek Mangkrak, Luhut: Cadangan Listrik Masih Ada
Kondisi ini terjadi pada proyek program percepatan pembangkit listrik (fast track program/FTP) tahap I. BPK juga menyinggung PLN yang belum memungut denda keterlambatan pengerjaan 12 proyek pembangkit listrik tenaga uap senilai Rp 704 miliar dan US$ 102,26 juta atau Rp 1,36 triliun.
Dalam ikhtisar itu, BPK menyebutkan PLN belum cermat dalam menjamin kesesuaian pelaksanaan proyek FTP. Akibatnya, proyek PLTU Tanjung Balai Karimun, PLTU Ambon (Waai), PLTU 2 NTB Lombok, PLTU Kalimantan Barat 2, dan PLTU Kalimantan Barat 1 sempat mangkrak.
Baca: Pembangkit Listrik, 12 Proyek Mangkrak Siap Dilanjutkan
Secara total, auditor negara menemukan ketidakpatuhan dalam proyek listrik dengan konsekuensi berpotensi merugi Rp 5,65 triliun. Nilai itu terdiri atas nilai kerugian Rp 770,53 miliar, potensi kerugian Rp 147,28 miliar, kekurangan penerimaan Rp 2,07 triliun, ketidakhematan Rp 988,45 miliar, dan nilai ketidakefektifan Rp 1,66 triliun. Rincian nilai uang itu mengoreksi berita Koran Tempo, Senin 10 April 2017 lalu, yang menyebutkan negara merugi Rp 5,65 triliun.
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso menyatakan regulasi denda Menteri Jonan bertujuan membuat kontraktor lebih cermat dalam mengerjakan proyek. "Kami menghitung kerugian, lalu dibebankan ke dia supaya hati-hati."
Baca: Jokowi Kembali Ingatkan Ada 34 Pembangkit Listrik Mangkrak
Kepada kontraktor yang terlambat menyelesaikan proyeknya, PLN bisa menghukumnya dengan memutus kontrak. Selama ini, kata Iwan, PLN memperpanjang kontrak jika proyek molor. Akibatnya, banyak pekerjaan konstruksi yang berhenti, bahkan hingga bertahun-tahun. "Kalau tidak ada solusi, kami ambil alih," tutur Iwan.
ROBBY IRFANY | FERY FIRMANSYAH