TEMPO.CO, Jakarta- Pemerintah memutuskan akan membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kegiatan organisasi kemasyarakatan berbadan hukum perkumpulan tersebut dinilai mengancam ketertiban dan keutuhan negara. Namun sejumlah kalangan mengingatkan bahwa rencana itu berpotensi melanggar konstitusi dan rentan cacat hukum.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan pembubaran organisasi kemasyarakatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pemerintah, kata dia, tak bisa begitu saja membubarkan HTI, kecuali telah secara persuasif memberikan surat peringatan sebanyak tiga kali. "Langkah hukum juga harus didasarkan pada kajian yang mendalam serta alat bukti yang kuat," kata Yusril, Senin 8 Mei 2017.
Baca: Pengamat: Pembubaran HTI yang Tiba-tiba, Timbulkan Kegaduhan
Yusril, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang, mengatakan pengadilan akan menguji permohonan pembubaran ormas yang diajukan jaksa mewakili pemerintah. Pihak ormas pun akan diberi kesempatan membela diri dalam persidangan.
Anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat, Yandri Susanto, membenarkan bahwa pembubaran ormas harus melalui sejumlah tahapan. Salah satunya adalah pemberian peringatan sebagai bagian dari fungsi pembinaan oleh pemerintah. "Kami tak ingin negara menjadi represif," kata Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional ini.
Keputusan membubarkan HTI diambil dalam rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di kantornya, kemarin. Rapat tersebut dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, serta Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian.
Baca: Pembubaran HTI, LBH Surabaya: Harus Lewat Pengadilan Khusus
Wiranto sempat mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah memerintahkan untuk mengkaji persoalan munculnya sejumlah ormas yang menentang Pancasila. Seusai pertemuan tertutup itu, Wiranto memastikan pemerintah telah mempertimbangkan sejumlah alasan dan aspirasi masyarakat dalam pembubaran HTI.
Menurut dia, HTI terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri dasar negara, yakni Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. "Aktivitas yang dilakukan nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat," kata Wiranto. Dia belum dapat memaparkan secara detail rencana pembubaran HTI. "Nanti ada proses kepada satu lembaga peradilan."
Baca: Hizbut Tahrir Indonesia, al-Bagdzadi hingga Bom Bali
Pengumuman itu sontak menuai pro dan kontra. Gerakan Pemuda (GP) Anshor, yang dalam sebulan terakhir gencar menolak HTI di sejumlah daerah, paling antusias mendukung. "Kami siap menjadi garda terdepan melawan kelompok radikal, intoleransi, dan pengusung khilafah,” kata Ketua Pengurus Wilayah GP Anshor Jawa Timur, Rudi Triwachid, kemarin.
Ketua Setara Institute, Hendardi, mengingatkan, pemerintah hanya dapat melarang kegiatan organisasi kemasyarakatan lewat mekanisme hukum, tapi tidak terhadap gagasan politik khilafah Islam yang diyakini pengikutnya. "Sebab, hak berpikir tidak bisa dibatasi."
Baca: Pembubaran HTI, Wiranto: Akan Lewat Proses di Lembaga Peradilan
Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto, menolak pembubaran perkumpulan yang telah mereka daftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Juli 2014 itu. “Pemerintah juga tak pernah memberi peringatan. Kalau dilanjutkan, kami akan melakukan upaya hukum," kata Ismail.
YOHANES PASKALIS | ADITYA BUDIMAN