TEMPO.CO, Jakarta - Proyek properti dengan skema pembiayaan tanpa perantara alias KPR non bank sedang marak. Setidaknya ada 300-an proyek perumahan dengan model bisnis ini tersebar di lebih dari 70 kota di Indonesia. Belasan ribu unit rumah terjual dengan cara ini. Yang paling menarik, peminat skema pembiayaan properti semacam ini dari hari ke hari kian banyak.
Skema pembiayaan tanpa perantara sama sekali tidak melibatkan bank sebagaimana transaksi pembelian properti pada umumnya. Sistem penjualan dan pembayaran cicilan rumah dilakukan langsung ke pengembangnya atau direct owner. Tidak ada BI checking atau proses verifikasi kelayakan nasabah untuk setiap calon pembeli rumah. Para peminat model ini kebanyakan tertarik pada label properti syariah yang dijanjikan.
Salah satu proyek yang menerapkan skema KPR non bank adalah Perumahan Azzura Residence. Pengawas proyek Perumahan Azzura Residence, Wahyu Dinata mengatakan seluruh biaya pembangunan rumah ditanggung pengembang, tanpa keterlibatan bank. Setiap unit rumah tipe 45/72 dibanderol Rp 466 juta, dengan uang muka 30 persen. Pengembang menjanjikan harga lebih kompetitif karena tak ada beban provisi bank, bahkan asuransi.
Lantaran tak ada beragam beban itu, harga memang relatif lebih murah dibanding kredit pemilikan rumah atau KPR umumnya. Telat menyetor cicilan pun tak ada penalti atau denda. Bila ada masalah, bisa diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan. "Memang skema semacam ini sangat menguntungkan konsumen. Macam-macam keuntungan itu yang akhirnya jadi tagline kami,” kata Ketua Komunitas Developer Property Syariah, Rosyid Aziz.
Rosyid menjelaskan, skema pembelian properti tanpa perantara diminati karena lebih sesuai dengan syariah alias syar’i ketimbang KPR perbankan umum atau konvensional. Transaksi KPR bank umumnya mengenakan bunga untuk pinjaman dan denda buat keterlambatan kredit. "Yang namanya mengambil manfaat apa pun dari utang-piutang, baik bunga, denda, maupun hadiah, adalah riba,” ucap Rosyid. Dia juga menolak model asuransi KPR, yang disebutnya sebagai praktik perjudian.
Bagaimana dengan transaksi via bank syariah? "Itu juga banyak yang tak syar’i,” kata Rosyid. Soalnya, developer properti syariah kerap masih memberikan alternatif pembiayaan nonsyariah.
Sejauh ini konsumen utama skema pembiayaan rumah tanpa perantara memang merupakan khalayak yang ”syariah-minded”. Rosyid mengidentifikasi ”pasar yang sudah jadi” ini merupakan komunitas muslim perkotaan dan anggota organisasi seperti Salafi, Al-Ikhwan al-Muslimun, dan Hizbut Tahrir. Dia yakin pasarnya masih bisa bertumbuh lebih besar.
Rosyid sendiri mulai mengembangkan properti syariah pada 2011. Uji coba perdananya adalah membangun 13 rumah toko di Lasem, Jawa Tengah. Sukses di sana, dia memberanikan diri menggarap proyek yang kedua, ketiga, dan keempat. Semua terjual habis.
Dua tahun kemudian, Rosyid mulai mengkampanyekan idenya ke forum-forum komunitas muslim. Dia sudah berkeliling ke hampir semua kota di Tanah Air. Di setiap kota, didirikan forum untuk peminat skema ini. Anggotanya mencapai ribuan orang.
Kholis Rahmat termasuk salah satu anggota komunitas Rosyid. Developer muda ini mencoba menjalankan bisnis properti syariah dengan menggandeng pemilik lahan sebagai mitra dengan sistem bagi hasil. Dengan modal hanya Rp 1 juta, ia kini punya proyek Arbi Garden di Cikaret, Bogor Selatan. Sebanyak 19 unit rumah dia bangun di lahan 2.500 meter persegi. Dalam sebulan, 6 unit sudah terjual.
Direktur Utama Amana Sharia Consulting, Ahmad Ifham Solihin, menilai model bisnis properti nonbank sebenarnya sangat berisiko, terutama bagi developer. Praktik kredit tanpa denda dan tanpa verifikasi nasabah yang memadai, kata Ifham, berpotensi merugikan pengembang. Apalagi skema ini juga menolak asuransi. "Artinya diikhlaskan kalau gagal bayar,” ujarnya.
Pemberian pinjaman sampai 15 tahun tanpa jaminan juga membuatnya bertanya-tanya. ”Apa developer mampu? Saya ragu kecuali dia kaya raya,” tutur Ifham. Karena itu, Ifham cenderung menganjurkan pengembang yang ingin menyasar pasar muslim untuk mengadopsi skema KPR syariah. Saat ini, kata dia, KPR perbankan syariah telah dinyatakan halal oleh Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia.
Meski begitu, ceruk pasar model direct owner ini tetap menggiurkan. Angka penjualannya naik terus. Menurut Property Sentiment Report 2016, seperti dilansir Rumah123.com, peminat model cicilan langsung ke pengembang ini mencapai 20 persen dari total konsumen. Jumlah konsumen yang ingin membayar tunai juga cukup tinggi, mencapai 27 persen responden.
AGUS SUPRIYANTO
Berita lainnya:
Wanita Bisa Pilih Apartemen Khusus Wanita di Sini
Bidik Kaum Muda Urban, Begini Konsep Hunian GIB Land
Orang Indonesia: Beli Rumah di Australia, Beli Apartemen di Singapura