TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta Dinas Perhubungan memperbaiki kajian larangan sepeda motor di jalur protokol di Ibu Kota. Rencananya, larangan berlaku untuk kawasan atau koridor jalan yang saat ini telah menerapkan aturan pembatasan kendaraan berdasarkan pelat nomor ganjil-genap.
Djarot meminta Dinas mempertajam kajian untuk aturan tambahan itu. Dia merujuk pada rincian jalur alternatif saat larangan itu berlaku. “Kaji dulu, baru sosialisasi,” kata dia di Balai Kota, Kamis 20 Juli 2017.
Permintaan itu disampaikannya saat menerima perwakilan Dinas Perhubungan dan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya kemarin. Djarot menekankan bahwa kajian harus mencakup perhitungan solusi atas dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta Priyanto menjanjikan kajian yang diminta itu rampung pada Agustus mendatang. “Setelah itu baru diputuskan waktu sosialisasi dan uji cobanya,” kata dia.
Priyanto menjelaskan bahwa jalur-jalur alternatif disiapkan untuk menampung pengendara sepeda motor saat jam sibuk. Penentuan jalur alternatif memperhitungkan kapasitas ruas jalan dan kebutuhan terhadap pengemudi ojek online dan pengantar makanan atau paket barang lainnya. “Selain jalan, kami harus menyediakan gedung parkir untuk pengendara motor yang akan berganti moda transportasi,” katanya.
Saat ini larangan sepeda motor di Jakarta sudah berlaku di Jalan M.H. Thamrin sampai Jalan Merdeka Barat. Larangan yang sudah berlaku sejak akhir 2014 tersebut sempat mengalami revisi dari semula larangan penuh sepanjang hari menjadi berlaku hanya pada pukul 05.00-23.00.
Priyanto menerangkan, keinginan memperluas kawasan larangan itu muncul karena menilai lalu lintas di Jakarta semakin macet. Efeknya semakin parah di jalan yang juga menjadi lokasi proyek infrastruktur, seperti di Jalan M.T. Haryono, Jalan Jenderal Sudirman, dan Jalan Mampang Prapatan. Tingkah pengendara sepeda motor yang kerap menyerobot trotoar juga menjadi pertimbangan.
Priyanto mengatakan larangan itu bertujuan mengedepankan kenyamanan dan keselamatan, baik pengendara maupun pejalan kaki. Tak hanya sepeda motor, kata dia, laporan yang diserahkan ke Djarot juga mencakup kajian perluasan jalan dengan sistem ganjil-genap hingga ke Jalan H.R. Rasuna Said.
Pakar transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, mendukung rencana Dinas Perhubungan tersebut. Pembatasan jalur kendaraan pribadi, menurut dia, merupakan salah satu cara untuk memperbesar jumlah pengguna angkutan umum di Jakarta. Cara lainnya adalah meningkatkan tarif parkir.
Meski menyetujui, Ellen mengatakan Dinas Perhubungan juga bertugas mewujudkan sistem jalan berbayar elektronik yang menyasar kendaraan roda empat. Tarif sistem jalan berbayar yang semakin mahal akan membuat pengendara mempertimbangkan penggunaan mobil. “Upaya menghilangkan kemacetan harus menyeluruh,” kata dia.
Andrian Hasan Rauf, pengendara sepeda motor, menyetujui rencana larangan itu dengan syarat. Ia mengatakan transportasi umum seperti Transjakarta harus bisa menjamin waktu tempuh perjalanan. Sebab, menurut dia, sepeda motor dipilih lantaran pengendara bisa memperkirakan sendiri lama perjalanannya. “Sekarang, jalur Transjakarta saja belum sepenuhnya steril,” kata warga Kebayoran Lama itu.
LINDA HAIRANI