TEMPO.CO, Jakarta - Proyek mass rapid transit (MRT) Jakarta diprediksi selesai 93 persen pada akhir 2017 ini. Proyeksi ini setara dengan rampungnya pembangunan fisik stasiun. “Masih sesuai dengan jadwal,” kata Direktur Utama PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, William P. Sabandar, saat mengunjungi depo MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Senin, 14 Agustus 2017.
Menurut William, hingga akhir Juli 2017 kemajuan proyek MRT secara keseluruhan mencapai 76,13 persen. Di Lebak Bulus, rel sepanjang 630 meter sudah terpasang. Selain depo, di lahan seluas 10 hektare itu kelak berfungsi kantor PT MRT Jakarta, pusat operasional dan pemeliharaan, serta fasilitas pemeriksaan rutin kereta.
Baca Juga:
Dari tujuh stasiun yang menguntai jalur layang sejauh 10 kilometer, Stasiun Blok M merupakan yang paling progresif. Lantai ruang pembelian tiket (concourse) selesai dibangun. Selanjutnya bakal dilanjutkan dengan pengerjaan lantai peron.
Di Stasiun Blok M, jalur kereta terbagi menjadi tiga. William mengatakan jalur yang di tengah berfungsi sebagai tempat parkir kereta sekaligus memenuhi target kedatangan kereta setiap lima menit. “Jadi, tiap pagi tidak semua kereta berangkat dari Lebak Bulus,” kata William.
Sedangkan Stasiun Haji Nawi menjadi stasiun yang paling lambat perkembangannya di jalur layang. Menurut William, bidang lahan yang seharusnya menjadi tiang struktur Stasiun Haji Nawi masih menjadi obyek gugatan. Akibatnya, rel di Stasiun Haji Nawi masih bisa dilewati kereta saat MRT beroperasi nanti, tapi kereta tak bisa mengangkut penumpang dari stasiun itu.
Baca Juga:
Adapun jalur bawah tanah membentang sepanjang 6 kilometer dari Stasiun Senayan hingga Stasiun Bundaran HI. Lantai concourse dan lantai peron di Stasiun Senayan sudah rampung. Fasilitas pendukung, seperti toilet dan area retail, sudah terbangun. Material rel juga mulai diletakkan di sisi kanan dan kiri rel. William memperkirakan rel mulai dipasang pada akhir Agustus.
Sambil menyelesaikan konstruksi fisik, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Silvia Halim, mengatakan kontraktor sedang bersiap memasang sistem persinyalan kereta MRT. Prosesnya ditargetkan dimulai pada akhir tahun ini dan rampung pada semester pertama 2018. Lalu, mulai Juli 2018, MRT akan menjalani tes yang digelar Kementerian Perhubungan untuk memastikan kereta layak beroperasi. “Saat ini sistem sinyal sedang dites di pabriknya,” kata dia.
Silvia menjelaskan, operasional kereta MRT menggunakan sistem Communications-based Train Control (CBTC), persinyalan yang memanfaatkan radio komunikasi antar-perangkat di kereta dan di luar kereta. “Dengan begitu, informasi tentang posisi kereta yang didapat lebih akurat dan aman dibanding sistem persinyalan perkeretaapian Indonesia saat ini.”
Direktur Keuangan PT MRT Jakarta, Tuhiyat, mengatakan instalasi persinyalan MRT disediakan oleh konsorsium Metro One dengan kontrak berlabel CP 107 yang diteken pada April 2015. Saat diteken, total nilai kontraknya Rp 1,28 triliun. Khusus persinyalan, sistemnya dibuat oleh perusahaan Jepang, Nippon Signal Ltd, yang juga anggota konsorsium.
LINDA HAIRANI