TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 17 Agustus, cerita heroik bagaimana bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dari penjajah selalu berkumandang. Tak henti-hentinya veteran menasihati generasi sekarang untuk mengisi kemerdekaan. Menurut mereka, negara ini bisa bebas dari penjajah karena ditebus dengan darah dan air mata. Banyak pejuang gugur di medan perang, sehingga tak bisa menikmati kemerdekaan seperti saat ini.
Herman Soetari, misalnya. Bekas pejuanga ini berpesan kepada generasi muda Indonesia untuk mengikuti jejak para orang tua yang berjuang melawan penjajah untuk kemerdekaan Indonesia. "Jadi generasi mudah itu jangan loyo jangan melempem," kata Herman saat ditemui di sela acara peringatan HUT RI ke 72 di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis, 17 Agustus 2017.
Baca: Keturunan Pahlawan Serukan 4 Masalah Ini kepada Jokowi
Menurut Herman, generasi muda penerus bangsa harus memiliki semangat tinggi untuk memberikan yang terbaik bagi negara dan bangsa. "Jangan takut membela kebenaran, karena Allah bersama kita," ujar pria berusia 81 tahun, yang merupakan pejuang kemerdekaan generasi kedua. Pada tahun 1950-an, Herman terlibat dalam pembelaan negara agar tidak dijajah kembali oleh kolonial. "Niat saya berjuang untuk membela kebenaran, enggak pernah mimpi jadi veteran," kata Herman.
Dalam rangka perayaan HUT RI ke-72, Herman mengaku sangat gembira karena masih bisa menikmati kemerdekaan. "Sangat senang. Ibarat orang puasa, ini hari rayanya," kata Herman sembari menambahkan tentang ancaman kebinekaan di Indonesia tak perlu dikhawatirkan. "Saya tidak khawatir soal isu tersebut, selama masih ada tentara dan polisi."
Baca: HUT RI Ke 72 , Tamu Istana Wajib Kenakan Baju Tradisional
Endang Suprapto, juga mantan pejuangan, lain lahi. Ia tak kuasa menahan tangis ketika mengikuti serangkaian HUT RI ke -71 di lapangan TNI Angkatan Laut, Jakarta, Kamis 17 Agustus 2017. Endang bermaksud memberikan pidato terkait kemerdekaan Indonesia. Dengan berpakaian batik dan rangkaian bintang jasa yang tersemat di dadanya, Endang hendak memulai pidatonya, tapi urung karena mata pria 86 tahun ini tak kuasa membendung air matanya yang mengucur. Kakek ini teringat temannya yang gugur.
Setelah acara usai, kepada Tempo Endang berkisah ketika menjadi bagian dari kesatuan 4.422 Divisi 3 Diponogoro di Jawa Tengah. "Saya berjuang sejak sebelum tahun 1945," ujar Endang sambil matanya menerawang jauh. Setelah Indonesia merdeka, sejumlah operasi militer ia jalani.
Di balik pengabdian para pejuang, Endang merasa nasib veteran kurang dihargai. Penghasilan Rp 1,5 juta per bulan sebagai veteran sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di Jakarta. Rumah yang dihuni sudah berulang kali diminta pemerintah. Bahkan telah 3 kali Endang mendapat surat peringatan untuk mengkosongkan rumahnya.
Mantan pejuang yang juga hadir di Lapangan TNI AL, yakni Butar-Butar. Ia terlihat tegar menceritakan perjuangan serta harapannya untuk Indonesia. "Saya berpesan agar bangsa ini tidak terpecah belah. Kita harus tetap bersatu dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," ujar Butar-Butar.
Khusus kepada generasi muda, Butar Butar berpesan, jangan mudah menyerah dalam memperjuangkan cita-cita. “Hingga napas saya masih ada, saya akan selalu berusaha memberi semangat kepada pemuda dengan tetap berpegang teguh pada Pancasila," ujar veteran yang pernah berjuang di Surabaya dan Jakarta ini.
Dari Sumatera Barat, sejumlah veteran pejuang asal Kabupaten Padangpariaman, berharap pemerintah fokus dalam pemerataan pembangunan. Sebab, masih banyak kabupaten dan kota di Indonesia kondisi perekonomian masih tertinggal. “Sekarang ini pembangunan terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta," kata Jaran, mantan pejuang seusai mengikuti Upacara 17 Agustus di Parit Malintang.
Akibat kondisi ekonomi di daerah yang tak berkembang, kata dia, pemuda desa terutama yang mengenyam pendidikan tinggi, memilih merantau ke kota. "Pemuda-pemuda yang baru lulus SMA maupun kuliah langsung merantau karena daerahnya tidak ada pekerjaan,” ungkap pria 86 tahun ini.
Begitu pula dengan Abasur. Kakek 90 tahun juga mantan pejuang ini mengharapkan pembangunan di daerah menjadi prioritas pemerintah pusat. "Pembangunan memang sudah ada, namun masih sangat ketinggalan dengan daerah lain apalagi dengan negara lain," kata Abasur yang juga ikut perayaan 17 Agustus.
JAYANTARA MAHAYU | JULNIS FIRMANSYAH | ANTARA