TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha lokal ramai-ramai mengucurkan modalnya untuk membiayai perusahaan rintisan (start-up) nasional. Penyedia dana, baik perorangan (angel investor) maupun perusahaan pengelola (venture capitalist), terus mencari start-up yang siap berkembang dengan prospek menjanjikan. Baca: Tanpa Dukungan SDM Andal, Investor Tak Akan Melirik Startup
"Saya sengaja berfokus memberi seed funding (pendanaan seri awal) karena selama ini mereka kesulitan mencari pendanaan tanpa lewat perbankan. Risikonya besar, tapi kami bantu," kata Chief Executive Officer Sintesa Group, Shinta Widjaja Kamdani, kepada Tempo.
Shinta membentuk inkubator untuk membina puluhan start-up yang baru terbentuk. Ia memberi pelatihan soal pengembangan teknologi hingga jejaring pemodal besar. Dari seluruh usaha yang ada, hanya belasan yang diberi suntikan modal masing-masing di bawah Rp 1 miliar.
CEO Bubu.com, Shinta Dhanuwardoyo, mengaku tak menghitung berapa banyak dana yang dikeluarkan guna mendanai perusahaan rintisan dengan berbagai seri pendanaan. Dia telah mengucurkan modal untuk membangun start-up DewaNation (media sosial), Kartoo (aplikasi pembayaran), dan Catfiz (aplikasi pesan). Baca juga: Pusat Ekosistem Startup Asal Singapura BLOCK71 Hadir di Indonesia
Gairah bisnis digital selama dua dekade ini mendorong dia membentuk konsorsium para investor bernama Angel eQ atau AEQ. "Kami ingin membangun tenaga programmer andal agar bisa bersaing menjadi perusahaan kelas dunia," katanya. “Indonesia harus menjadi player, bukan hanya pasar.”
Angel eQ merangkul 15 investor, di antaranya bos Mahaka Group Erick Thohir, mantan Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin, pemilik SCTV Adi Sariaatmadja, serta CEO AirAsia Tony Fernandes. Selain itu, mantan bos PT Saratoga Investama Sedaya Tbk, Sandiaga Uno, dikabarkan masuk kelompok ini.
"Kebanyakan pendiri start-up baru yang saya temui hanya bisa mengembangkan 3-6 bulan. Setelah itu perlu ada serah terima kepada komunitas angel. Tidak hanya untuk uang, tapi juga bimbingan," kata Sandiaga, akhir Februari lalu.
Belakangan, Shinta Dhanuwardoyo membentuk kerja sama permodalan khusus start-up VCNetwork.co bersama mitranya di Amerika Serikat, CEO Sqeeqee.com, Jenny Ta. Ia hanya akan mendanai perusahaan dengan ide produk menarik dari tim yang mumpuni.
PT Djarum turut memperluas sayap bisnisnya ke kelas start-up. Dengan membentuk Global Digital Prima (GDP) Ventura, Djarum mendanai Kaskus dan Blibli.com. GDP juga mendirikan inkubator digital Merah Putih, yang sukses mengembangkan Opini, DailySocial, dan Mindtalk.
Media online Kumparan.com berhasil memperoleh dana segar dari Global Digital International, unit usaha di bawah GDP. "Penyedia berita hybrid Kumparan mengembuskan napas baru dalam industri media Indonesia," kata perwakilan GDI, Jerry Kasung. Kumparan mengaku akan menggunakan dana itu untuk perekrutan, penguatan tim teknologi, dan pengembangan bisnis.
Grup Lippo telah mengembangkan bisnis digital dengan meluncurkan situs e-commerce MatahariMall pada 2015. Lippo juga mendanai Mbiz.co.id dan Call Level yang berbasis di Singapura.
Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Perekonomian, Mira Tayyiba, mengatakan pemerintah mendorong sistem crowd funding untuk membiayai lebih banyak start-updi berbagai daerah. "Mungkin kami bisa bekerja sama dengan grup-grup besar. Setidaknya kami punya basis data siapa saja yang perlu dibiayai." Artikel lainnya: Tertarik Bisnis Startup? Simak Rahasianya Agar Tak Gagal
PUTRI ADITYOWATI