TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Haji, Umrah, dan In-Bound Indonesia Syam Resfiadi memastikan praktik bisnis paket promo umrah PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel tergolong skema Ponzi. Praktik ini berujung masalah karena ongkos keberangkatan jemaah bersumber dari uang jemaah lain yang mendaftar berikutnya.
Menurut Syam, First Travel harus terus memperbanyak calon anggota jemaahnya dari tahun ke tahun. Jika tidak, calon yang terakhir mendaftar kemungkinan besar tidak bisa berangkat ke Tanah Suci, seperti yang diduga terjadi saat ini. “Cash in (calon anggota jemaah yang mendaftar) mereka (First Travel) harus lebih besar dari cash out-nya (anggota jemaah yang berangkat),” katan Syam, Rabu, 23 Agustus 2017.
Dengan paket promo umrah seharga Rp 14,3 juta, tutur Syam, banyak masyarakat tergiur dan mendaftar ke First Travel. Padahal tarif sebesar itu tidak logis. “Tarif itu tidak memberikan margin keuntungan dan risikonya sangat besar.”
Hal itu dibenarkan oleh Robby Al Hakim, General Manager PT Moisani Manggala Wisata atau M2 Wisata, penyedia paket umrah lain yang bekerja sama dengan First Travel. Kerja sama itu menyebabkan M2 Wisata menanggung piutang Rp 9,6 miliar untuk pengadaan tiket dan visa jemaah First Travel.
Menurut Robby, First Travel harus menghimpun calon anggota jemaah sebanyak-banyaknya dan menerapkan sistem jadwal keberangkatan. Padahal seharusnya jemaah yang telah melunasi pembayaran bisa segera berangkat. “Kecuali saat masuk musim haji,” katanya.
Juru bicara Mabes Polri, Komisaris Besar Awi Setiyono, tidak secara spesifik menyebutkan skema Ponzi. Tapi indikasi modus operandi yang dibeberkannya serupa. “Mereka (First Travel) kan berangkatkan jemaah, kekurangannya (ongkos umrahnya) diambil dari korban (pendaftar) berikutnya. Jadi, gali lubang-tutup lubang,” tutur Awi.
Baca juga : First Travel Diduga Putar Duit Jemaah dengan Skema Ponzi
Awi menjelaskan, First Travel berencana memberangkatkan umrah para calon anggota jemaah sepanjang tahun lalu. Namun, hingga Mei 2017, perusahaan yang didirikan pasangan suami-istri Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan—dua dari tiga tersangka—itu gagal memberangkatkan mereka. Dari 72 ribu lebih pendaftar, yang telah berangkat hanya sekitar 14 ribu orang.
First Travel, kata Awi, menawari calon anggota jemaahnya pesawat sewaan. Syaratnya, mereka menambah biaya umrah Rp 2,5 juta per orang di luar uang yang telah disetorkan sebelumnya, yaitu Rp 14,3 juta. “Namun, setelah Mei 2017, ternyata belum berangkat juga.”
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Muhajirin Yanis, mengatakan Kementerian akan mengatur besaran tarif umrah. Dia berharap rancangan aturan itu bisa selesai pada akhir tahun ini. “Ini demi memberikan perlindungan bagi calon jemaah di masa mendatang,” ujarnya.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan, Tongam Lumban Tobing, menyatakan telah menghentikan kegiatan First Travel karena paket promo umrah yang ditawarkan merugikan calon anggota jemaah. "Banyak yang sudah lunas tapi tidak berangkat sesuai perjanjian," katanya.
Adapun Deski, kuasa hukum First Travel, Andika, dan Anniesa, berkomitmen menyelesaikan tunggakan keberangkatan umrah ribuan calon anggota jemaah. Dia menyatakan heran mengapa hanya First Travel yang dipermasalahkan. “Semua biro umrah juga banting harga kok,” ujarnya.
FAJAR PEBRIANTO | ANGELINA ANJAR SAWITRI | GANGSAR PARIKESIT