TEMPO.CO, Jakarta — Pengacara jemaah korban First Travel, Rieski Rahmadiyansah, menyesalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Putusan yang bisa berujung pada pemailitan itu dianggap merugikan jemaah. “Putusan ini membunuh mimpi jemaah yang masih berharap diberangkatkan ke Tanah Suci,” ujarnya, Kamis, 24 Agustus 2017.
Hakim John Tony Hutauruk memutuskan hal itu pada Selasa, 22 Agustus 2017 atas pengajuan gugatan PKPU Hendarsih, Euis Hilda Ria, dan Ananda Perdana Saleh. Ketiganya adalah anggota jemaah First Travel yang menyetor lunas biaya umrah pada April lalu sebesar Rp 54,4 juta.
Baca: Alasan First Travel Yakin Bisa Terbangkan Jemaah ke Tanah Suci
Putusan hakim memberi tenggat 270 hari kepada First Travel untuk mengembalikan uang ketiganya agar terhindar dari pemailitan. “Jemaah tidak punya legal standing mengajukan gugatan tersebut. Kenapa bisa dikabulkan?” kata Rieski. Menurut dia, dalam praktik hukum, gugatan PKPU lazimnya digunakan untuk menyelesaikan persoalan utang-piutang antara kreditur dan debitur.
Dampak dari putusan itu, kata Rieski, First Travel bisa dipailitkan dan kesempatan para anggota jemaah untuk berangkat umrah hilang. Kerugian yang dialami jemaah nantinya hanya akan diganti dari hasil lelang aset. “Dan nilai ganti ruginya itu pasti menyusut banyak. Apalagi setelah dipotong kewajiban kepada kreditur, denda, gaji pegawai, dan biaya kurator,” ujarnya.
Rieski menilai penyelesaian masalah jemaah tak bisa dilepaskan dari peran pemerintah, khususnya Kementerian Agama, yang telah mencabut izin operasi First Travel sejak 1 Agustus lalu. Ia dan para anggota jemaah berencana menggelar aksi nasional setelah Menteri Agama pulang dari Tanah Suci. “Kami masih menunggu iktikad baik dari Kementerian untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Simak juga :
Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jamaludin Samosir, membantah pernyataan Rieski itu. Menurut dia, gugatan PKPU bisa dilakukan untuk menyelesaikan semua kewajiban yang bisa dinilai dengan uang. Pengadilan sudah menetapkan hakim Titik Tejaningsih bertugas mengawasi pelaksanaan putusan itu, termasuk tim kurator yang berjumlah empat orang.
Tim kurator yang ditunjuk merupakan perwakilan dari pengurus First Travel dan kurator independen yang terdaftar di Kementerian Hukum. Keempat kurator tersebut adalah Sexio Yuni Soor Sidqi, Abdillah, Ahmad Ali Fahmi, dan Lusyana Mahdaniar. Mereka akan menginventarisasi aset First Travel pasca-pemailitan. “Selanjutnya barang dilelang untuk membayar uang jemaah,” katanya.
Menurut Jamaludin, proses pemailitan bisa dilaksanakan, meski polisi masih menyidik dugaan pidana dan menahan pemilik First Travel, pasangan Andika Surachman-Anniesa Desvitasari Hasibuan. Proses penyidikan hanya akan berdampak pada penundaan jadwal lelang terhadap aset-aset yang dalam status penyitaan. “Aset-aset tersebut hanya bisa dilelang setelah penyelesaian pidana,” ujarnya.
Kuasa hukum para tersangka, Deski, menutup rapat jumlah aset yang dimiliki kliennya. Ia berkeras tunggakan pemberangkatan jemaah merupakan persoalan perdata. Deski meminta polisi menangguhkan penahanan kliennya agar anggota jemaah yang telantar punya peluang untuk berangkat umrah.
Deski menyambut baik putusan PKPU atas First Travel. Menurut dia, gugatan para anggota jemaah akan dilayani dengan menawarkan proposal perdamaian dengan dua opsi, yakni memberangkatkan jemaah atau mengembalikan dana yang disetorkan. “Klien saya memilih untuk memberangkatkan daripada mengembalikan dana,” ujarnya. “Dana itu ada, tapi bagaimana mungkin dilakukan jika dipenjara?”
RICKY FERDIANTO